Pontianak – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto, menyampaikan apresiasi sekaligus
catatan kritis terhadap pernyataan Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, yang
mendorong efisiensi anggaran serta peningkatan pelayanan publik di tengah
tekanan ekonomi global.
Menurut Eka, pernyataan Edi patut
dilihat sebagai early warning system bagi pemerintah daerah lainnya di Provinsi
Kalimantan Barat yang hingga saat ini masih minim menunjukkan sense of
crisis, padahal gejolak ekonomi dunia sudah nyata menekan perekonomian
lokal, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
“Pemimpin daerah hari ini tidak bisa
hanya jadi eksekutor anggaran. Mereka harus paham bahwa ekonomi itu dipengaruhi
oleh kebijakan lintas negara. Wali Kota Pontianak memberikan contoh baik soal
kesadaran ini, tetapi langkah ke depan tak boleh berhenti di situ,” ujar Eka.
Pernyataan Edi merespons kondisi
geopolitik dan ekonomi global, termasuk perang dagang AS–China, tarif tinggi
Presiden Trump pada April 2025, serta ketegangan internasional seperti konflik
di Gaza dan Ukraina, yang dinilai berdampak terhadap nilai tukar Rupiah dan
daya beli masyarakat. Edi juga mengaitkan fenomena deflasi di Pontianak dengan
lemahnya permintaan domestik.
Pandangan ini, jelas Eka, telah didukung
data dan logika ekonomi yang sahih. Penguatan Dolar AS terhadap Rupiah setelah
tarif diberlakukan, serta data inflasi rendah di awal 2025, menunjukkan sinyal
krisis konsumsi yang harus dijawab cepat.
“Ketika kepala daerah membaca arah
ekonomi global, itu bukan gaya-gayaan. Itu kecakapan strategis untuk memastikan
anggaran daerah tidak hanya habis, tapi juga berdampak langsung pada rakyat
yang terdampak paling dulu dalam kondisi krisis,” lanjut Eka.
Eka juga mengingatkan bahwa daerah-daerah
di Kalimantan Barat tidak bisa hanya menunggu aba-aba pusat. Justru dalam
konteks otonomi daerah, dibutuhkan leadership yang tidak hanya
administratif, tetapi juga antisipatif dan berbasis data global.
Peringatan Edi tentang pentingnya
pelayanan publik yang responsif dan akuntabel juga senada dengan rekomendasi
global bahwa kualitas birokrasi berdampak langsung terhadap iklim usaha,
investasi, hingga kepercayaan masyarakat terhadap negara.
LBH Kapuas Raya Indonesia: Jangan Berhenti pada Wacana, Ini Langkah Konkret yang Harus Dilakukan
Rekomendasi LBH Kapuas Raya Indonesia:
1.
Kepala
Daerah Harus Punya Sense of Crisis Seperti Wali Kota Pontianak
Pemerintah kabupaten/kota lain di Kalbar perlu mengembangkan kesadaran
kontekstual terhadap ancaman ekonomi global. Ini bukan sekadar tugas
Kementerian Keuangan atau BI, tapi tanggung jawab bersama untuk menjaga
stabilitas sosial.
2.
Diplomasi
& Diversifikasi Pasar Harus Disuarakan dari Daerah
Meskipun kebijakan dagang ditentukan pusat, pemda bisa berperan dalam mendorong
pelaku UMKM untuk mengakses pasar ekspor non-tradisional melalui pelatihan,
insentif, dan kerja sama luar negeri.
3.
Deflasi
dan Daya Beli Bukan Isu Statistik, tapi HAM
Jika benar deflasi terjadi karena lemahnya permintaan, itu berarti masyarakat tak
mampu membeli kebutuhan pokok. Ini bukan sekadar data, ini soal hak atas hidup
layak. Pemerintah daerah wajib memastikan cash assistance dan price
control berjalan tepat sasaran.
4.
Evaluasi
Efisiensi Anggaran Tanpa Mengorbankan Pelayanan Dasar
Efisiensi bukan sekadar potong anggaran. Ini soal memastikan setiap rupiah
benar-benar mendatangkan manfaat. Pelayanan dasar seperti pendidikan,
kesehatan, dan jaminan sosial tak boleh dikorbankan atas nama efisiensi.
5.
Reformasi
ASN dan Investasi Teknologi Layanan Publik
Peningkatan kompetensi ASN harus dibarengi dengan percepatan digitalisasi
pelayanan. Bukan hanya soal efisiensi, tapi aksesibilitas dan keadilan
layanan, terutama untuk masyarakat terpencil dan rentan.
Kenapa Ini Jadi Perhatian LBH KRI?
Sebagai lembaga advokasi berbasis HAM,
LBH Kapuas Raya Indonesia menegaskan bahwa krisis ekonomi bukan semata urusan
moneter, tapi berdampak langsung pada hak-hak dasar warga, mulai dari hak atas
pekerjaan, akses pangan, hingga kesehatan mental akibat tekanan ekonomi.
“Krisis global hari ini tidak memilih korban. Tapi dampaknya selalu paling berat dirasakan oleh yang paling lemah. Maka, pemimpin daerah wajib jadi benteng pertama yang melindungi,” tegas Eka.