Pontianak - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas
Raya Indonesia (KRI) terus mengukuhkan komitmennya dalam membangun budaya sadar
hukum di masyarakat. Program “LBH KRI Mengajar”, yang dipelopori oleh anak-anak
muda pemerhati dunia pendidikan dari perspektif hukum, hadir sebagai langkah
inovatif untuk meningkatkan pemahaman hukum sejak usia dini.
Ketua LBH KRI, Eka Kurnia Chrislianto,
menyatakan bahwa edukasi hukum harus dimulai dari lingkungan pendidikan untuk
menjawab tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia saat ini.
Tiga Dosa Besar dalam
Pendidikan—kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi—telah menjadi momok
yang menghambat terciptanya lingkungan belajar yang sehat dan aman.
“Kasus perjuangan hukum seperti yang
dialami Guru Supriyani menjadi contoh nyata bahwa dunia pendidikan kita
membutuhkan penguatan hukum, baik untuk murid maupun guru. Program ini adalah
upaya nyata LBH KRI untuk menjadikan hukum sebagai tameng sekaligus alat
pemberdayaan di satuan pendidikan,” ujarnya.
Program “LBH KRI Mengajar” tidak hanya
berfokus pada murid, tetapi juga mencakup pendidik dan pengelola sekolah. Hal
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif terkait perlindungan
hukum, khususnya dalam menangani isu-isu yang sering kali mengarah ke ranah
pidana atau pelanggaran etik.
Menurut Eka, integritas lembaga
penegak hukum dan transparansi dalam kasus-kasus seperti Supriyani semakin
menegaskan pentingnya kehadiran program ini di sekolah-sekolah.
“Dunia pendidikan harus bersih dari
kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi. Program ini menawarkan
pendekatan sistematis untuk mencegah dan menangani masalah tersebut, sekaligus
meningkatkan kesadaran hukum di kalangan siswa, guru, dan orang tua,” tegasnya.
Selain itu, program ini mendukung
kebijakan Merdeka Belajar dengan memberikan siswa kebebasan untuk
mengeksplorasi pemahaman tentang hukum yang relevan dengan kehidupan mereka.
Prinsip ignorantia juris non excusat atau “ketidaktahuan hukum
tidak dapat dimaafkan” menjadi dasar untuk menanamkan kesadaran bahwa pemahaman
hukum adalah hak sekaligus kewajiban setiap warga negara sejak dini.
Koordinator Pemberdayaan Perempuan dan
Anak LBH KRI, Maria Putri Anggraini Saragi, menekankan bahwa program ini
dirancang agar menarik, relevan, dan interaktif, sesuai dengan kebutuhan siswa
di usia remaja.
“Kami memberikan materi hukum dengan
cara yang menyenangkan dan mudah dipahami, seperti simulasi kasus, diskusi
kelompok, dan penyuluhan kreatif. Anak-anak tidak hanya mendengar, tetapi juga
aktif berpartisipasi,” ungkap Maria.
Maria menambahkan bahwa program ini
telah dilaksanakan di beberapa sekolah dan juga sudah menjaring juga beberapa
universitas atau kampus di Kota Pontianak. Sambutan positif dari para guru,
siswa, mahasiswa menjadi bukti kebutuhan mendesak akan edukasi hukum di
sekolah-sekolah.
“Terakhir kegiatan program ini kami
laksanakan bersama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Institut Agama Islam Negeri Pontianak (IAIN Pontianak) dengan dukungan
mahasiswa serta bagaimana antusiasme mereka benar-benar memberikan semangat
bagi kami untuk memperluas jangkauan program ini ke seluruh wilayah Kalimantan
bukan hanya di Kota Pontianak,” jelas Maria.