Ketapang - Lembaga Bantuan Hukum Kapuas
Raya Indonesia (LBH KRI) melalui Koordinator Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah, Iga Pebrian Pratama, S.H., CPM., CPLi., CPArb., menyatakan
keprihatinannya atas kasus meninggalnya Kepala Desa Karya Mukti, Andri Yansyah
(34), yang hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga korban
dan masyarakat. Iga meminta pihak kepolisian untuk menunjukkan komitmen
transparansi dalam proses penegakan hukum agar kasus ini dapat terungkap secara
terang benderang.
“Kematian Andri Yansyah di Kelurahan
Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, telah menimbulkan
dugaan bahwa peristiwa ini bukanlah kematian biasa. Kakak kandung korban, Heri
Yunanda (42), menyoroti sejumlah kejanggalan, termasuk status istri siri korban
yang tertera sebagai tersangka dalam pra-rekonstruksi pada 5 Desember 2024
lalu. Namun, hingga kini pihak keluarga belum mendapatkan penjelasan resmi
mengenai peran istri siri korban dalam kasus ini,” terang Iga, di Ketapang,
senin, (16/12/2024).
Iga menambahkan, keluarga korban
berhak mengetahui perkembangan kasus ini secara jelas, seperti alasan penetapan
tersangka dan beberapa informasi lainnya yang menjadi hak dari pelapor.
“Penegakan hukum harus mengutamakan
kepentingan terbaik bagi korban dan keluarga,” tegas Iga.
Iga juga menegaskan bahwa keterlibatan
masyarakat sangat penting dalam memastikan proses hukum berjalan transparan dan
adil.
“Andri Yansyah bukan hanya seorang
individu, tetapi juga seorang pemimpin yang dipercaya masyarakat. Oleh karena
itu, kasus ini bukan hanya menjadi persoalan keluarga korban, tetapi juga
menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap integritas hukum di Kabupaten
Ketapang,” kata Iga.
Ia mengimbau masyarakat Ketapang untuk
mengawal kasus ini secara aktif, dengan tetap menghormati proses hukum yang
sedang berlangsung.
“Dengan pengawalan yang dilakukan oleh
masyarakat dan perhatian publik, pihak berwenang akan lebih terdorong untuk
menangani kasus ini secara serius, profesional, dan objektif,” tambahnya.
Selain itu, Eka Kurnia Chrislianto,
Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia, menambahkan bahwa otopsi merupakan langkah
utama dalam scientific crime investigation untuk menentukan
penyebab kematian seseorang. Prosedur ini, menurut Eka, harus dilakukan dengan
standar profesional dan dijelaskan secara transparan kepada keluarga korban.
“Secara prosedural, bedah mayat
forensik—atau yang biasa disebut otopsi—bukan hanya sekadar pemeriksaan luar
tubuh korban, tetapi juga melibatkan pembukaan bagian tubuh tertentu untuk
mendapatkan informasi medis yang akurat. Dokter Forensik, atau setidak-tidaknya
melalui penyidik seharusnya dapat menjelaskan secara teknis-medik mengenai
proses otopsi yang dilakukan, mulai dari apa saja yang diperiksa, hingga metode
yang digunakan,” ujar Eka.
Ia menjelaskan, otopsi mencakup
pemeriksaan organ dalam untuk mencari tanda-tanda yang dapat menjelaskan
penyebab kematian, misalnya seperti luka dalam, jejak racun, atau kerusakan
pada organ vital.
“Banyak masyarakat yang belum memahami
bahwa proses otopsi sering kali melibatkan pembedahan tubuh, karena ini adalah
cara satu-satunya untuk mendapatkan data medis yang dapat diandalkan,”
tambahnya.
Eka juga menyoroti bahwa salah satu
alasan masyarakat ragu terhadap otopsi adalah kurangnya informasi.
“Ada kekhawatiran bahwa otopsi tidak
dilakukan secara hati-hati atau penuh hormat terhadap jenazah. Ini menjadi
tanggung jawab penyidik untuk menjelaskan kepada keluarga korban dan
masyarakat, bahwa setiap langkah yang dilakukan dalam otopsi bertujuan untuk
memastikan keadilan dan mematuhi protokol medis yang ketat,” tegasnya.
Melalui pernyataan ini, LBH Kapuas
Raya Indonesia mengingatkan bahwa kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan
menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum. Semua pihak harus bekerja sama
untuk memastikan keadilan dan perlindungan hukum bagi korban dan keluarganya.
“Kami mengimbau kepada penegak hukum
untuk bekerja secara profesional dan transparan. Masyarakat juga perlu
mengambil peran aktif dalam mengawasi proses ini agar tidak ada pihak yang
merasa dirugikan,” tutup Eka.