LBH Kapuas Raya Indonesia Sesalkan Putusan Praperadilan, Tegaskan Komitmen Perjuangan Hak Korban

 

Pontianak - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia sekaligus Ketua Tim Advokasi Dugaan Mafia Tanah di Gang Eklasia, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Pontianak Selatan, Eka Kurnia Chrislianto, menyayangkan hasil putusan praperadilan yang ditolak oleh Hakim Tunggal Praperadilan pada Pengadilan Negeri Pontianak, Yamti Agustina, S.H.. 

Putusan tersebut dinilai tidak mempertimbangkan secara mendalam sejumlah poin substansial yang diajukan oleh pihak Pemohon, khususnya terkait prosedur hukum yang menjadi dasar permohonan.

Eka Kurnia Chrislianto menyampaikan bahwa dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan bahwa kesalahan data ploting pada sertipikat telah diperbaiki oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagaimana yang diajukan oleh Kerenius. Hakim menilai bahwa hal ini merupakan kekeliruan administratif dan bukan tindak pidana, serta menganggap bahwa hak Pemohon atas Sertipikat Hak Milik (SHM) tetap akan dipulihkan melalui mekanisme administrasi. Namun, menurut Eka, hakim tidak secara memadai menilai argumentasi hukum Pemohon mengenai tahapan hukum yang seharusnya ditempuh sebelum diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan saat menentukan apa itu pidana atau bukan.

“Sebagaimana ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara di tahap penyelidikan harus dilaksanakan untuk menentukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau bukan sebelum proses penyidikan dimulai. Kemudian, kami juga mendalilkan bahwa gelar perkara tersebut tidak dilakukan secara terbuka dan transparan, sehingga menimbulkan kesan bahwa penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dilakukan tanpa dasar yang kuat,” terang Eka.

Eka menambahkan pihaknya sejauh ini tetap menghormati sepenuhnya putusan hakim yang menolak praperadilan yang dimohonkan. Putusan ini menjadi pelajaran penting untuk terus bersikap tenang dan menghormati jalannya proses hukum yang ada, meskipun putusan tersebut tidak sesuai harapan dan rasa keadilan yang dialami oleh Pak Karom.


Lebih lanjut, Maria Putri Anggraini Saragi, anggota tim advokasi LBH Kapuas Raya Indonesia, menyoroti fakta-fakta yang terungkap di persidangan, termasuk keterangan saksi penyidik yang menyatakan bahwa Terlapor Kerenius mengetahui Sertipikat Hak Milik (SHM) 9909 yang dimilikinya tidak pernah hilang, melainkan berada dalam penguasaan Pemohon. Namun, Kerenius tetap memberikan keterangan yang bertentangan di bawah sumpah untuk menerbitkan sertipikat pengganti. Hal ini dinilai sebagai dugaan tindak pidana pemberian keterangan palsu.

“Mereka (penyidik) tahu kok, Kerenius mengakui dan ada surat pernyataan Kerenius sendiri bahwa sertipikat yang sewaktu diserahkan kepada Pak Karom dari tahun 1997 itu tidak pernah hilang tetapi mereka tetap mengikuti keterangan Kerenius kalau sertipikatnya bukan objek tanahnya dan Kerenius akan mengganti sertipikat itu dengan yang masih atas namanya,” ujar Maria.

Maria juga menyoroti tenggat waktu penerbitan sertipikat pengganti untuk SHM 9908 yang akan terbit menjadi sertipikat baru pada 15 Desember 2024.

“Kami akan terus mengawasi proses ini dan memastikan bahwa tidak ada lagi upaya dari pihak-pihak yang beritikad tidak baik untuk menghambat pemulihan hak-hak korban. Perjuangan ini bukan hanya demi Pak Karom, tetapi juga untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas yang rentan menjadi korban praktik serupa,” tegasnya.

LBH Kapuas Raya Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi dan memperjuangkan hak-hak korban, meskipun keputusan praperadilan ini menambah tantangan dalam proses hukum.

“Kami meminta masyarakat untuk ikut mengawal kasus ini, agar kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan tetap tegak,” tutup Maria.