Pontianak - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas
Raya Indonesia menyoroti persoalan penambangan emas tanpa izin (PETI) yang
hingga kini belum terselesaikan di berbagai wilayah Kalimantan Barat. Dari
perkiraan kasar, produksi emas ilegal yang dihasilkan dari aktivitas PETI
mencapai 5 ton per tahun. Jumlah ini berpotensi terus meningkat seiring
perluasan area eksplorasi yang saat ini mencakup sejumlah kecamatan di
Kalimantan Barat.
Daerah yang terdampak PETI di Kalimantan Barat meliputi Kecamatan Kendawangan dan Matan Hilir di Kabupaten Ketapang, Kecamatan Mandor di Kabupaten Landak, Kecamatan Monterado, Capkala, Samalantan, dan Lembah Bawang di Kabupaten Bengkayang, serta Kecamatan Sajingan dan Selakau Timur di Kabupaten Sambas.
Di Singkawang, kegiatan PETI juga
ditemukan di Kecamatan Singkawang Timur dan Singkawang Selatan, sementara di
Kabupaten Sintang aktivitas serupa terjadi di Kecamatan Serawai dan Sintang.
Tak ketinggalan, Kabupaten Sanggau dan sejumlah kabupaten lain juga menghadapi
masalah serupa.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto menyatakan bahwa peristiwa di
Kabupaten Sintang beberapa waktu lalu dan peristiwa kembalinya PETI di
Kabupaten Sanggau beberapa hari lalu hanyalah sedikit contoh dari banyak masalah
penegakan hukum yang terkait dengan PETI di Kalimantan Barat.
“Masyarakat tidak hanya mengharapkan
penindakan secara hukum pidana, tetapi juga solusi nyata dan konkrit apa yang
melatar belakangi permasalahan PETI ini tidak kunjung usai dalam
penyelesaiannya. Mengingat, aktivitas PETI berkembang karena desakan ekonomi,
tetapi keberadaan perusahaan tambang legal juga tidak serta-merta memberikan
dampak positif bagi masyarakat lokal,” ujar Eka.
Meskipun berstatus ilegal, aktivitas
PETI memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Dampak positif
muncul dari terserapnya tenaga kerja dan meningkatnya pendapatan masyarakat,
terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit. Namun demikian, dampak
negatif yang ditimbulkan jauh lebih besar, terutama dari segi lingkungan dan
keselamatan kerja.
“Penambangan liar kerap dilakukan
tanpa peralatan yang memadai dan tidak mengikuti standar keselamatan, sehingga
berisiko tinggi terjadi kecelakaan kerja. Selain itu, kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan juga sangat serius,” jelas Eka.
Satu di antara dari dampak serius dari
aktivitas PETI adalah pencemaran air, khususnya di Sungai Kapuas yang melintasi
beberapa wilayah di Kalimantan Barat. Sungai ini dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk berbagai kebutuhan domestik, seperti mandi, mencuci, hingga
sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga. Namun, limbah dari aktivitas
PETI turut memperparah kondisi sungai, menyebabkan penurunan kualitas air dan
ekosistem.
Selain itu, parameter pencemaran air,
seperti pH, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical
Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS)
di Sungai Kapuas telah melebihi ambang batas. Eka menambahkan bahwa kondisi ini
memprihatinkan dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah serta pelaku
usaha.
Eka menambahkan, bahwa solusi terhadap
persoalan PETI tidak bisa hanya mengandalkan penindakan hukum yang represif.
Dibutuhkan langkah-langkah konkret yang melibatkan edukasi, peningkatan
kesejahteraan ekonomi, serta regulasi yang lebih mudah diakses oleh masyarakat
untuk Pendidikan dan bebas secara aktif menjalankan usaha untuk peningkatan
kapasitas dan perekonomian.
“Sulitnya prosedur untuk mendapatkan
izin resmi serta ketidaktahuan masyarakat mengenai proses legal ini memaksa
mereka melakukan aktivitas PETI sebagai jalan pintas,” tegas Ketua LBH.
Untuk itu, Eka mendesak pemerintah
untuk mempermudah proses perizinan bagi masyarakat, meningkatkan penyuluhan
mengenai dampak lingkungan jangka panjang, serta memberikan solusi ekonomi
alternatif yang berkelanjutan.
“Jika masyarakat diberikan akses yang
lebih mudah terhadap perizinan tambang legal, serta edukasi mengenai risiko
jangka panjang dari aktivitas ilegal, maka masalah PETI bisa mulai teratasi
dari akarnya, harus juga dibarengi dengan system regulasi dan filosofis dari
pembuat kebijakan yang berbasis pada Pancasila tentunya,” tambahnya.
Eka, selaku Ketua LBH Kapuas Raya
Indonesia juga menekankan pentingnya peran serta seluruh pihak, termasuk
pemerintah pusat dan daerah, untuk segera bertindak. Aktivitas PETI tidak hanya
berdampak pada lingkungan, tetapi juga menambah beban sosial dan ekonomi
masyarakat. Diperlukan pendekatan komprehensif yang mengedepankan keadilan
sosial, keberlanjutan lingkungan, serta penegakan hukum yang berkeadilan.
“Pemerintah harus segera turun tangan
untuk memperbaiki kebijakan, memberikan edukasi kepada masyarakat, serta
memastikan bahwa hak-hak masyarakat terlindungi dari dampak buruk aktivitas
tambang ilegal,” tutup Eka.
Kontak Media
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas
Raya Indonesia
Email: lbhkapuasrayaindonesia@gmail.com
Telepon: +62 895-3780-05325