LBH Kapuas Raya Indonesia Jamin Kepastian Hukum Bagi Calon Notaris yang Sudah Mengikuti Ujian

 

Pontianak – Konflik internal yang tengah melanda Ikatan Notaris Indonesia (INI) menimbulkan kebingungan yang serius bagi Anggota Luar Biasa (ALB) dan Calon Notaris di seluruh Indonesia.

Organisasi yang selama ini menjadi otoritas utama dalam urusan Notaris, kini terpecah menjadi dua kepengurusan yang dihasilkan dari Kongres XXIV di Banten dan Kongres Luar Biasa (KLB) di Bandung.

Kondisi ini juga mendapat perhatian serius dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia. Dualisme kepemimpinan ini tidak hanya meresahkan anggota, tetapi juga menggantung nasib ALB yang telah menyelesaikan Ujian Kode Etik Notaris (UKEN) yang diselenggarakan oleh kedua kepengurusan, namun hasil ujian tersebut tidak diakui dalam proses pengangkatan Notaris.

Merespons situasi ini, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor AHU-AH.02-37 Tahun 2024. SE ini mengatur pemenuhan syarat pengangkatan, perpindahan wilayah, dan perpanjangan jabatan notaris. Selain itu, Dirjen AHU juga mengumumkan penyelenggaraan Computer Assisted Test (CAT) sebagai syarat seleksi pengangkatan calon notaris untuk tahun 2024. Namun, kebijakan tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk para praktisi hukum.

Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto, SH., menyatakan bahwa kebingungan yang dialami oleh ALB saat ini merupakan dampak langsung dari tidak adanya kepastian hukum yang jelas terkait dualisme kepengurusan INI. Eka menilai bahwa baik Pemerintah seharusnya mengambil langkah konkret yang juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyelesaikan kemelut ini.

“Situasi ini telah menyebabkan nasib para calon notaris tergantung tanpa kepastian. Memang betul, Pemerintah seharusnya tidak membiarkan kepengurusan ganda ini berlarut-larut, karena ini bukan hanya masalah internal organisasi, tapi juga berdampak luas terhadap kepentingan publik,” ujar Eka.

Selain itu Eka juga menyampaikan secara kritis terkait penyelenggaraan seleksi pengangkatan Calon Notaris yang menggunakan media CAT yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014.

“Begini juga ya, apabila kita lihat ketentuan Pasal 3 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris beserta perubahan tidak mensyaratkan adanya ujian seleksi pengangkatan Notaris, ini perlu dicatat ya, selain itu apabila kita mencermati dengan sudah adanya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 50P/HUM/2018 tanggal 20 September 2018 secara jelas membatalkan norma ujian pengangkatan Notaris tersebut,” jelas Eka.

Eka juga menambahkan dalam putusan mahkaham agung tersebut sudah menyatakan Pasal 2 ayat (2) huruf j Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

“Jadi, jelas putusan tersebut sudah membatalkan norma ujian pengangkatan notaris, karena tidak terdapat ketentuan dalam UU tersebut yang mewajibkan ujian tersebut,” terang Eka.

Sementara itu, Kepala Advokasi LBH Kapuas Raya, Handoko, SH., menyoroti permasalahan yang dihadapi ALB yang telah mengikuti UKEN, namun hasil ujian mereka tidak diakui akibat konflik internal. Menurutnya, hal ini mencederai prinsip keadilan dan menambah ketidakpastian bagi para calon notaris.

“Para ALB sudah memenuhi kewajibannya dengan mengikuti UKEN, namun hasil ujian tersebut tak diakui. Ini sungguh merugikan, mengingat mereka telah berupaya keras mempersiapkan diri demi profesi yang mereka cita-citakan,” kata Handoko.

Ia juga menegaskan bahwa Dirjen AHU harus memfasilitasi penyelesaian ini dengan menjamin hak-hak calon notaris yang sudah mengikuti proses sesuai regulasi yang ada dan kalau bisa jangan lagi membebani para calon-calon notaris tersebut untuk mengikuti CAT.

“Putusan MA sudah sangat jelas. Jika pemerintah tetap bersikeras dengan kebijakan ini, maka mereka melanggar hukum yang berlaku. Pengangkatan notaris tidak boleh lagi didasarkan pada persyaratan yang telah dibatalkan oleh MA, seperti CAT atau syarat-syarat lain yang tidak diatur dalam UU Jabatan Notaris,” tegas Handoko.

Handoko juga mendukung pandangan Eka mengenai ketidakabsahan ujian pengangkatan berbasis CAT sehingga seiring dengan berlanjutnya konflik di tubuh INI yang kini ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), LBH Kapuas Raya mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan ini dengan cara yang elegan dan berkoridor pada undang-undang.

“Jika masalah ini terus berlarut-larut, akan semakin banyak calon notaris yang dirugikan, dan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Pemerintah harus segera turun tangan dan memastikan semua pihak mendapatkan kepastian hukum yang adil dan transparan,” tutup Handoko.