Tragedi Ahmad Nizam Alfahri: LBH Kapuas Raya Mengecam Kekerasan Terhadap Anak dan Menuntut Keadilan

 

Pontianak — Kematian tragis Ahmad Nizam Alfahri, anak berusia 6 (enam) tahun yang ditemukan meninggal dunia dengan cara yang sangat keji, menuntut keadilan yang nyata. Peristiwa ini harus menjadi sorotan utama dalam perlindungan anak di Indonesia. Bocah malang ini ditemukan di dalam karung di kediamannya di Gang Purnama Agung VII Blok G3, Jalan Purnama, Kecamatan Pontianak Selatan, pada Kamis malam (22/8). Kematian tragis ini telah mengundang kemarahan dan keprihatinan mendalam di seluruh masyarakat Pontianak.

Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto, S.H., menegaskan bahwa, kekerasan terhadap anak adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat diterima di mana pun. Ahmad Nizam Alfahri seharusnya memiliki hak untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang. Tragedi ini menekankan pentingnya perlindungan hak anak secara menyeluruh baik di ranah publik mau pun privat.

“Kami mendesak pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan menyeluruh dan serius guna memastikan bahwa proses hukum yang berjalan mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum,” tegasnya saat ditemui di Kantor LBH Kapuas Raya Indonesia di Kubu Raya, (Jum’at, 23/08/2024).

Eka juga meminta semua pihak terkait terlibat untuk mengawal kasus ini mengingat korbannya adalah anak dan juga terduga pelakunya adalah perempuan sekaligus seorang ibu yang notabenenya ibu tiri dari korban.

“Kami selalu menekankan bahwa setiap kali perempuan terlibat dalam tindak pidana, harus ada intervensi khusus dalam proses hukum yang diterapkan. Proses hukum yang biasa mungkin tidak cukup untuk menangani kompleksitas yang muncul karena stereotip gender yang ada dalam masyarakat sangat mempengaruhi kualitas penanganan, harus jadi atensi Bersama dan keseriusan dalam aktualisasi Pembangunan hukum kita,” ujarnya.

Di sisi lain, Koordinator Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak LBH Kapuas Raya Indonesia, Maria Putri Anggraini Saragi, S.H., juga menyoroti pentingnya perlindungan anak dan proses berkeadilan terkait dengan fenomena perempuan sebagai pelaku kejahatan yang menuntut penegakan hukum yang adil dan sensitif akan kesadaran gender.

“Kasus ini memperjelas betapa mendesaknya perlindungan hak-hak dasar anak. Karena setiap anak berhak untuk hidup dan berkembang dalam lingkungan yang aman mendapatkan perlindungan bukan perundungan atau kekerasan dari siapapun. Pelanggaran hak ini menyoroti tantangan yang masih kita hadapi dan harus kasus seperti ini bisa kita cegah bersama,” ungkap Maria.

Indonesia, terang Maria sebagai negara dengan komitmen besar terhadap perlindungan anak, telah menunjukkan usaha signifikan dalam berbagai aspek. terbukti dengan adanya perlindungan anak dalam konstitusi, regulasi, serta program-program yang semakin massif dilaksanakan namun, tragedi seperti ini menggarisbawahi bahwa meskipun spirit pemajuan perlindungan anak di Indonesia semakin baik, tantangan nyata masih ada.

Di lain sisi, ia juga menyampaikan perempuan sebagai pelaku kejahatan secara kriminogen, terutama dalam kasus pembunuhan, adalah fenomena yang memerlukan perhatian serius dari masyarakat dan aparat penegak hukum. Kasus di mana perempuan terlibat dalam tindak pidana memunculkan tantangan unik yang memerlukan pendekatan khusus dalam sistem peradilan.

“Stereotip gender sering kali mempengaruhi bagaimana perempuan yang terlibat dalam kejahatan dipandang dan diperlakukan. Misalnya, ada anggapan bahwa “ah tidak mungkin perempuan, terutama ibu melakukan kejahatan”, atau “betapa kejamnya ibu tiri daripada ibu kota”, dan lain sebagainya. Kualitas penegakan hukum dapat terpengaruh oleh stereotip ini, yang sering kali merugikan proses penanganan yang berjalan,” tambah Maria.

Maria juga menegaskan dalam konteks ini, terduga pelaku tidak hanya membawa perannya sebagai perempuan dalam masyarakat tetapi juga sebagai seorang ibu. Status ganda ini—sebagai perempuan dan ibu—menambah lapisan kompleksitas yang harus dipertimbangkan dalam proses hukum, proses hukum harus sensitif terhadap kedua peran ini, agar tidak hanya memenuhi keadilan tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas.

“Kami mengajak semua pihak untuk bersatu dalam memberikan dukungan kepada keluarga korban dan tentunya korban itu sendiri dan memastikan bahwa hak-hak anak selalu dilindungi. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih sayang, dan mendukung bagi setiap anak,” tutup Maria.

Peliput: Kharan Christopher Pardomuan, S.H.