Pontianak – Di balik keindahan alam perbatasan
Indonesia-Malaysia, tersimpan ancaman serius terhadap keamanan dan
kesejahteraan masyarakat. Perdagangan orang, narkoba, dan penyelundupan
merajalela, mengeksploitasi kerentanan masyarakat dan merusak tatanan sosial. Menyadari
urgensi masalah ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia
meluncurkan program pengembangan kesadaran hukum untuk memberdayakan masyarakat
dan melawan kejahatan transnasional.
Berdasarkan data
yang dihimpun, sepanjang tahun 2023 untuk Tindak Pidana TPPO berdasarkan Usia
dan Jenis Kelamin didominasi oleh Laki-Laki Dewasa sebagai Korban TPPO dengan
Jumlah 189 orang dan Perempuan Dewasa 63 orang. Sedangkan, untuk anak,
didominasi anak perempuan dengan jumlah 15 orang dan anak laki-laki 5 orang.
Jumlah Korban TPPO pada tahun 2023 adalah 272 orang.
Selain itu,
berdasarkan Data BP2MI pada tahun 2021 mencatat bahwa dari 9.062 korban tindak
pidana perdagangan orang, lebih dari 50% di antaranya dieksploitasi di
Malaysia. Di antara 9.062 korban tindak pidana perdagangan orang ini, 75% di
antaranya mengalami eksploitasi tenaga kerja dan 23% di antaranya adalah korban
eksploitasi seksual. Data juga menunjukkan bahwa 85 persen korban mengalami
eksploitasi ketika bermigrasi ke luar negeri, sementara 15 persen di antaranya
mengalami eksploitasi di dalam negeri.
Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Barat memiliki 5
(lima) kabupaten yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak,
Malaysia, yaitu Kabupaten Sanggau, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Masing-masing kabupaten memiliki
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) sebagai pintu masuk dan keluar bagi pelaku
perjalanan lintas negara.
-
Sanggau: PLBN Entikong menghubungkan
Indonesia dengan Tebedu, Serawak.
-
Bengkayang: PLBN Jagoi Babang menjadi
penghubung dengan Distrik Serikin, Serawak.
-
Sintang: Pembangunan PLBN di Merakai
tengah berlangsung, namun belum rampung karena kendala persetujuan dari
Malaysia.
-
Sambas: PLBN Aruk menghubungkan
Indonesia dengan Pos Imigresen Biawak, Sarawak.
-
Kapuas
Hulu: PLBN
Terpadu Nanga Badau merupakan pintu masuk utama menuju Pos Imigresen Lubok
Antu, Malaysia.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto, S.H., menyampaikan karena adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di wilayah perbatasan. Hal ini dikarenakan tingginya angka kasus tindak pidana khusus yang melibatkan masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak. Selain itu, posisi geografis perbatasan yang menjadi jalur masuk barang-barang ilegal juga menjadi perhatian serius.
![]() |
Foto Saat Audiensi dengan BPPD Provinsi Kalbar langsung bersama Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Kalimantan Barat, Sefpri Kurniadi, S.STP. secara langsung beserta jajaran. |
“Program ini melibatkan LBH Kapuas
Raya Indonesia sebagai inisiator, serta berbagai pihak terkait seperti
pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya
masyarakat lainnya, untuk Nusantara Baru Indonesia Maju,” ungkapnya di
Pontianak (21/08/2024).
Eka juga mengungkapkan, Pemerintah
Daerah Provinsi Kalimantan Barat, memiliki 166 (seratus enam puluh enam) desa
di 15 (lima belas) kecamatan yang tersebar di 5 (lima) kabupaten/kota yang
berbatasan langsung dengan Malaysia. Sehingga program ini tentunya program
jangka Panjang juga untuk investasi Indonesia Emas Tahun 2045.
Lain lain sisi, Kepala Advokasi LBH
Kapuas Raya Indonesia, Handoko, S.H., menjelaskan program ini akan dimulai pada
tanggal 3 Februari 2025 mendatang dan akan terus berjalan secara berkelanjutan
ke depannya.
“Peningkatan kesadaran hukum
masyarakat menjadi sangat penting untuk mencegah dan mengatasi berbagai
permasalahan hukum yang terjadi di wilayah perbatasan. Selain itu, dengan
memahami hukum nasional, hukum adat, dan hukum internasional, masyarakat dapat lebih
aktif dalam mengawal penegakan hukum dan melindungi hak-hak mereka,” ujar
Handoko.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
Handoko menambahkan, LBH Kapuas Raya Indonesia akan melakukan berbagai kegiatan
seperti sosialisasi hukum yaitu melakukan sosialisasi hukum secara
langsung kepada masyarakat di desa-desa perbatasan, kedua, melakukan pelatihan
paralegal dengan memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat dan
pemuda tentang hukum dan mekanisme penyelesaian masalah hukum. Ketiga,
pembinaan, yaitu dengan membina kelompok-kelompok masyarakat untuk
membentuk jaringan pengawasan sosial, dan Advokasi dengan melakukan
advokasi kepada pemerintah dan penegak hukum agar lebih memperhatikan
permasalahan hukum di wilayah perbatasan.
“Penguatan kesadaran hukum masyarakat
di wilayah perbatasan merupakan langkah strategis untuk menciptakan masyarakat
yang lebih adil dan bermartabat. Kerja sama yang baik antara berbagai pihak
sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut,” tutup Handoko.
![]() |
Ketua LBH KRI dan Kepala Advokasi LBH KRI |
![]() |
Foto Bersama LBH KRI dan Jajaran BPPD |
Penulis: Kharan Christopher Pardomuan,
S.H. (Kepala Humas LBH Kapuas Raya Indonesia)