Tujuan dari bertetangga bukan hanya sekadar
berbagi ruang, tetapi menciptakan ikatan saling memiliki dan menjunjung tinggi
tenggang rasa. Dalam masyarakat yang beragam dengan kultur, budaya, dan
keyakinan yang berbeda, penting bagi kita untuk mewujudkan nilai-nilai gotong
royong dan saling menghargai di lingkungan kita, baik di kompleks perumahan
maupun gang-gang kecil. Namun, sering kali hal-hal kecil yang diabaikan,
seperti tanggung jawab terhadap hewan peliharaan, dapat mengganggu keharmonisan
ini. Menyadari dan mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh hewan peliharaan
adalah langkah krusial untuk menjaga hubungan baik antar tetangga dan
menciptakan lingkungan yang damai dan bersatu.
Sebelumnya, ada perbedaan klasifikasi antara hewan peliharaan,
hewan ternak dan hewan liar atau disebut juga satwa liar. Namun saat ini kita
fokus pada kata kunci Hewan Peliharaan, Melansir buku Laboratory Animal
Welfare, Kathryn Bayne & Patricia
V. Turner, (2013:40)
Hewan peliharaan adalah hewan jinak yang dapat
dipelihara oleh manusia sebagai teman bermain. Selain itu, terkadang hewan
peliharaan juga berguna untuk menjaga keamanan rumah dan mencari jejak.
Beberapa contohnya adalah anjing, kucing, dan ikan hias.
Kemudian, apabila merujuk pada peraturan
perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini ternyata ada loh
aturan hukum kita memberikan definisi apa yang disebut dengan hewan peliharaan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang mana terakhir telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja, yang menyatakan:
“Hewan Peliharaan adalah Hewan yang kehidupannya untuk sebagian
atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.”
Sering kali kita
menyaksikan perselisihan antar warga yang timbul akibat perilaku hewan
peliharaan, yang dapat merusak kerukunan dalam komunitas. Perselisihan tersebut
tidak jarang berujung pada tindakan hukum dan mendapatkan putusan di
pengadilan. Situasi yang tampaknya sepele, seperti kotoran hewan peliharaan di
pekarangan rumah orang lain, kerusakan pada tanaman, serangan hewan peliharaan
yang menyebabkan cedera, serta kerusakan barang akibat ulah hewan peliharaan,
sebenarnya memiliki aturan hukum yang jelas.
Masalah-masalah ini
sering kali memunculkan pertanyaan dari masyarakat: “Jika hewan peliharaan
tidak memiliki akal, mengapa kita harus selalu mengawasi mereka setiap saat?”
Dalam konteks hukum, pemilik hewan peliharaan memiliki tanggung jawab yang
diatur oleh peraturan perundang-undangan untuk memastikan bahwa hewan
peliharaan mereka tidak mengganggu ketertiban umum atau merugikan pihak lain.
Pernyataan seperti kalimat di atas sering kali
ditemui karena tidak pahamnya pemilik hewan peliharaan mengenai tanggung
jawabnya sebagai pemilik hewan peliharaan padahal ada instrument hukum yang
jelas mengatur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1368 KUH
Perdata:
Pemilik seekor binatang, atau siapa
yang memakainya, adalah, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab
tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada
di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.
Kemudian, dalam konteks di Kota Pontianak, kita
memiliki aturan di level daerah yaitu Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 19
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum Dan
Perlindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut dengan Perda Kota Pontianak/19/2021,
sebagaimana ketentuan Pasal 26 huruf a Perda Kota Pontianak/19/2021 yang
menyatakan bahwa:
“Setiap orang/badan dilarang: membiarkan hewan miliknya
berkeliaran di tempat umum, fasum, fasos, taman atau tanah milik warga
masyarakat lainnya.”
Pihak yang mengalami kerugian akibat perbuatan
hewan peliharaan yang tidak diawasi dengan baik—baik oleh pemiliknya maupun
oleh pihak lain yang bertanggung jawab—memiliki hak untuk mengajukan gugatan
atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan. Dengan demikian, jika
Anda dirugikan oleh tindakan hewan peliharaan dan ingin menuntut ganti rugi,
Anda dapat melakukannya dengan mengajukan gugatan berdasarkan ketentuan
tersebut. Proses ini memungkinkan Anda untuk menuntut pertanggungjawaban dari
pemilik hewan peliharaan atau pihak yang bertanggung jawab atas pengawasannya.
Hal ini dapat Anda lihat Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata):
Tiap perbuatan yang melanggar hukum
dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Namun dalam mengajukan gugatan ada beberapa
unsur-unsur yang harus terpenuhi terkait perbuatan melawan hukum
dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:
- Harus
ada perbuatan (positif maupun negatif);
- Perbuatan
itu harus melawan hukum;
- Ada
kerugian;
- Ada
hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
- Ada
kesalahan.
Meskipun hukum secara tegas menetapkan tanggung
jawab pemilik hewan peliharaan yang lalai dalam pengawasan, pendekatan damai
sebaiknya menjadi prioritas utama. Dalam menghadapi masalah akibat kelalaian
pengawasan hewan peliharaan, sebaiknya masyarakat atau tetangga mengupayakan
resolusi melalui musyawarah terlebih dahulu.
Menegur pemilik hewan peliharaan dengan cara
yang sopan dapat memotivasi mereka untuk lebih bertanggung jawab. Sesuai dengan
adagium hukum:
“am unusquisque naturali necessitate bonum sibi appetit, neque est
quisquam qui bellum istud omnium contra omnes, quod tali statui naturaliter
adhæret, sibi existimat esse bonum”
bahwa manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan
untuk meraih apa yang menurutnya baik dan tidak ada manusia yang menginginkan
perang antar segala melawan semuanya sebab keadaan manusia yang pada dasarnya
menginginkan apa yang menurutnya baik.
Jadi, perang adalah pilihan terakhir; menjaga perdamaian adalah pilihan utama, penting untuk mengutamakan penyelesaian damai dan kerja sama daripada konflik yang melibatkan proses hukum.
Dengan demikian, upaya awal untuk mencapai kesepakatan secara harmonis dapat menghindari perselisihan yang lebih serius.
Penulis: Handoko, S.H.
Editor: Kharan Christopher Pardomuan, S.H. (Kepala Humas)