Hari
mangrove sedunia diperingati setiap pada tanggal 26 Juli. Hari mangrove sedunia
diresmikan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Konferensi Umum ke-38 yang diadakan
pada November 2015. Tanggal 26 Juli dipilih untuk menghormati kematian Hayhow
Daniel Nanoto, seorang ekowisatawan yang meninggal saat bekerja untuk
menyelamatkan ekosistem mangrove.
Indonesia
memiliki ekosistem mangrove mencapai 3,63 juta hektare (Ha) atau 20,37 persen
dari total dunia. Papua menjadi pulai dengan ekosistem mangrove terluas
mencapai 1,63 juta Ha, disusul Sumatera 892,835 Ha, Kalimantan 630.913 Ha.
Peringatan
ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya ekosistem
mangrove, ancaman yang dihadapinya, dan perlunya tindakan konservasi untuk
melindungi habitat penting ini. Seperti pada tahun 2022 yang terjadi di
Kabupaten Kubu Raya, yang di mana wilayah hutan mangrove terbesar di Kalimantan
Barat yang tengah berupaya menjadi pusat mangrove dunia, malah terjadi puluhan
juta kilogram pohon bakau dibakar menjadi arang.
Komitmen
Pemerintah Republik Indonesia dalam melakukan perlindungan dan restorasi
ekosistem penting (essential) terus mengalami peningkatan. Dimulai dari
program restorasi ekosistem gambut melalui pembentukan Badan Restorasi Gambut
(BRG) berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016.
Selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia melanjutkan program restorasi
ekosistem gambut untuk 4 (empat) tahun ke depan hingga tahun 2024.
Bahkan
selain restorasi ekosistem gambut, Presiden juga mencanangkan program
percepatan rehabilitasi ekosistem mangrove sebagai salah satu tugas baru yang
harus diemban BRGM sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.
Tahun
2021 merupakan lembar baru bagi BRGM mengemban mandat dalam percepatan
restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Pemulihan ekosistem gambut dan
penghijauan ekosistem mangrove diharapkan tidak hanya memperbaiki kualitas
lingkungan, namun juga memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat yang tinggal di areal gambut dan mangrove. Oleh karena itu,
perencanaan, pengendalian, penguatan kelembagaan, sosialisasi, edukasi dan
evaluasi merupakan tahapan penting untuk memperoleh kinerja atau dampak yang
optimal.
Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut dan Mangrove yang menimbang bahwa dengan meningkatnya
permanfaatan ekosistem gambut dan mangrove yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem gambut
dan mangrove serta fungsi lingkungan hidup, serta akan berdampak pada
peningkatan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi
gambut, sehingga diperlukan upaya untuk menjaga dan melestarikan ekosistem
gambut dan mangrove yang bertujuan supaya
mewujudkan pembangunan, pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
dengan memperhatikan potensi daerah dan aspek-aspek lingkungan hidup.
Oleh
sebab itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia yang juga konsen
memperhatikan isu-isu lingkungan hidup di Kalbar yang menjadi bagian integral
hak asasi manusia mengibau agar seluruh masyarakat secara bersama-sama dengan
pemerintah melindungi dan melestarikan mangrove, sehingga hari mangrove ini
bukan hanya sekadar seremonial semata akan tetapi juga adanya
gerakan dan aksi nyata.
Penulis: Kharan Christopher Pardomuan, S.H. (Kepala Humas I)