Pentingnya Penguatan dan Pelibatan Masyarakat Secara Aktif dalam Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak


Pontianak – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia (KRI) mendorong penguatan dan pelibatan masyarakat secara aktif dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak terlebih ada 2 (dua) kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini terjadi di beberapa daerah.

Kasus yang pertama terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah anggota Polres Kayong Utara berinisial AK yang melakukan aksi pelecehan seksual tersebut kepada anak angkatnya berinisial DD (11 tahun) dan ART-nya berinisal VN (16 tahun), berdasarkan hasil visum terbaru yang dilakukan, terungkap, DD yang merupakan anak angkat pelaku ternyata mengalami luka robek lama dibagian alat vital korban.

Kemudian kasus yang kedua, seorang pegawai honorer di sebuah kantor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), berinisial HR (46 tahun) melakukan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak dan peristiwa itu terbongkar setelah handphone milik korban dilakukan pengecekan oleh orang tuanya. Korban mendapat chat dari HR terduga pelaku berisikan pengancaman apabila korban tidak mau melayaninya.

Bahkan parahnya, saat korban menuruti perintah bejat dari pelaku, pelaku langsung merekam korban. Kemudian dari rekaman itu menjadi bahan untuk mengancam korban apabila tidak mau lagi melakukan hal tersebut.

Koordinator Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia (KRI), Ester Dwilyana Sari, S.H., mengatakan proses hukum dalam kasus ini penting mendapatkan atensi khusus agar bukan hanya penanganan dalam penegakan hukum saja yang penting didorong akan tetapi juga Upaya-upaya pencegahan yang dapat didiskusikan bersama agar dapat menentukan arah kebijakan dan produk berupa pelibatan secara aktif terhadap Masyarakat yang ada di lingkungan sekitar anak.

“Apabila kita cermati ya, sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik IndonesiaNomor 11 Tahun 2011, kebijakan pembangunan kabupaten atau kota layak anak didefinisikan sebagai daerah/kota yang mempunyai sistem pembangunan yang berbasiskan hak-hak anak melalui komitmen dan sumber daya negara, masyarakat, dan dunia usaha, yang terencana secara komprehensif dan berkesinambungan dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terwujudnya hak-hak anak,” terang Ester.

Ester menuturkan bahwa KLA ada untuk menjamin basis-basis hak-hak dari anak melalui komitmen yang dilakukan secara bersama-sama khususnya juga pelibatan Masyarakat untuk mewujudkan hal tersebut.

“Kemitraan, pemerintah kab/kota memerlukan kemitraan untuk menjamin terwujudnya kota layak anak. Kemitraan yang dijalin melibatkan sektor swasta, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah kota dari masing-masing departemen atau sektor, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat sipil, dengan begini Upaya-upaya pencegahan dan sosialisasi ini dapat berjalan semestinya,” jelasnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia (KRI), Kharan Christopher Pardomuan, S.H., bahwa mengatakan hak-hak anak itu merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (Human Rights) melalui instrument hukum internasional yaitu Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child).

“Transparasi dalam penegakan hukum sebagai upaya penertiban atau upaya represif dari perbuatan pidana harus benar-benar membuat para pelaku jera, tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” kata Kharan.