Sintang
– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia (KRI) berharap Putusan
Hakim dalam Perkara Nomor 34/Pid.Sus/2024/PN Stg, dapat berperspektif keadilan untuk
Masyarakat terutama para ketiga terdakwa yang sudah diperiksa kemarin dalam
dugaan tindak pidana pencurian buah kelapa sawit di PT Bintang Permata
Khatulistiwa (PT BPK) di Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi.
“Kita sudah
menyampaikan nota pembelaan hari ini dan sudah dibacakan, kita berharap dalam
putusan nanti Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili dapat mempertimbangkan
hal-hal yang sudah kami jabarkan,” kata Eka Kurnia Chrislianto, S.H., Ketua LBH
Kapuas Raya Indonesia selaku Penasihat Hukum Para Terdakwa.
Dalam
Nota Pembelaan atau Pledooi yang dibacakan pada tanggal 30 April 2024 ini dalam
poin-poinnya disampaikan oleh Penasihat Hukum antara lain sebagaimana proses
Peradilan Pidana adalah suatu persidangan yang sangat berbeda dengan proses
persidangan lainnya, karena dalam suatu proses persidangan pidana haruslah
dapat diukur seberapa jauh kesalahan (schuld) Kesalahan sebagai satu di
antara unsurnya merupakan penjabaran dari pepatah “geen straf zonder schuld”
atau tiada pidana tanpa kesalahan yang terdapat pada diri seorang terdakwa pada
suatu dugaan tindak pidana yang didakwakan padanya tanpa ada sedikit pun
keraguan pada Majelis Hakim Pemeriksa dalam suatu perkara pidana, untuk
kemudian berdasarkan hal tersebut dapat pula diukur dan dimintakan seberapa
besar pertanggungjawaban pidana dilekatkan pada seorang Terdakwa oleh karena
itu muncul istilah beyond a reasonable doubt atau alasan yang tak dapat
diragukan lagi untuk memutuskan PARA TERDAKWA bersalah.
Bahwa
Hakim yang akan memutuskan suatu perkara tidak dapat diintervensi atau ditekan
oleh pihak manapun. Seorang Hakim yang
sangat bebas, tidak bersifat memihak dalam menjalankan tugas memutus suatu
perkara di peradilan (within the exercise of the judicial function). Menurut Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H., suatu
putusan tersebut dapat diuji dengan 4 (empat) kriteria dasar pertanyaan (the
4 way test) berupa:
1.
Benarkah putusanku ini?;
2.
Jujurkah aku dalam mengambil putusan?;
3.
Adilkah bagi pihak-pihak yang bersangkutan?; dan
4.
Bermanfaatkah putusanku ini?
Bahwa
dalam praktiknya walaupun telah bertitik tolak dari sifat/sikap seorang hakim
yang baik, kerangka landasan berpikir/bertindak, dan melalui empat buah titik
pertanyaan tersebut di atas, hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak
luput dari kelalaian, kekeliruan/kekhilafan, rasa rutinitas, kekurang
hati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek
tertentu yang luput dan kurang diperhatikan hakim dalam membuat putusan.
Bahwa
kembali mengutip Bagir Manan, bahwa Majelis Hakim dipandang menjadi tidak
netral atau berpihak karena beberapa hal, antara lain:
1.
Pengaruh kekuasaan. Dimana Majelis Hakim tidak berdaya
menghadapi kehendak pemegang kekuasaan yang lebih tinggi, baik dari lingkungan
kekuasaan kehakiman sendiri, maupun dari luar (misal dari gubernur, bupati,
menteri dan lain- lain);
2.
Pengaruh publik. Tekanan publik yang berlebihan dapat
menimbulkan rasa takut atau cemas kepada Majelis Hakim yang bersangkutan
sehingga memberikan keputusan yang sesuai dengan paksaan publik yang
bersangkutan;
3.
Pengaruh pihak. Pengaruh pihak dapat bersumber dan
hubungan primordial tertentu, maupun karena komersialisasi perkara. Perkara
menjadi komoditas perniagaan, yang membayar lebih banyak akan dimenangkan.
Akan tetapi dalam perkara
ini kami masih sangat yakin dan percaya bahwa Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini tidak akan terpengaruh oleh pihak manapun dan akan tetap
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan (verzachtende omstandigheden in
het strafrecht) yang mana undang-undang memang tidak memberikan definisi
atau apa kriteria hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Semua akan kembali
pada Majelis Hakim yang menilai secara bebas dan hal ini merupakan opsional
mengenai adanya keadaan-keadaan yang sifatnya seperti usia yang masih muda,
belum pernah ada catatan kriminal sebelumnya atau bukan residiv, dan nilai
kerugian serta belum dijualnya buah sawit tersebut). Keadaan yang meringankan
ini bersifat pribadi dan tidak mempengaruhi banyak mengenai kesalahan (schuld),
akan tetapi paling tidak dengan mengasumsikan keadaan yang meringankan,
tujuannya adalah untuk membuat hukuman menjadi lebih manusiawi dan benar-benar
menegakkan keadilan itu sendiri.
*Pres Release*