LBH Kapuas Raya Indonesia Minta Laporan Dugaan Mafia Tanah di Polda Kalbar yang Mandek 1 Tahun 3 Bulan Segera Ditindak lanjuti

 

Pontianak –Laporan Dugaan Mafia Tanah yang dialami oleh Karom, warga Pontianak, Gg. Eklasia, Kota Baru, Pontianak Selatan, menceritakan pengalamannya selama 1 tahun 3 bulan ini berjuang untuk mencari keadilan atas dugaan Sertipikat Hak Milik (SHM) miliknya yang dipalsukan dan dibuat sertipikat pengganti yang saat ini Laporan mandek dan tidak berjalan.

“Sudah 1 tahun 3 bulan ini laporan polisi saya di Polda Kalbar tidak ada progress. Saya dan pengacara saya sudah bolak balik ke Mapolda memberikan keterangan, mengajukan saksi, dan bahkan sudah banyak alat bukti surat, akan tetapi entah kenapa laporan kami tidak ada progress berarti, terakhir hanya SP2HP tanggal 18 Juli 2023 yang menerangkan dalam proses penataan kembali sertipikat/surat ukur untuk semua bidang pemisahan dari HM 4034/Parit Tokaya,” jelas Karom, berdasarkan keterangan tertulisnya di Ngabang, Senin (13/05/2023).

Karom kesehariannya adalah Guru yang bekerja di Ngabang, Landak, dia memiliki sebidang tanah seluas 215 meter persegi di daerah Purnama 2, Gg. Eklasia, Kota Baru, Pontianak Selatan sejak tahun 1997 melalui proses jual beli dan sudah lunas di tahun yang sama akan tetapi pada saat ingin melakukan proses balik nama, sertipikat tersebut dinyatakan sudah tidak aktif lagi karena sudah terbit sertipikat pengganti atas nama Kerenius.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia, melalui Maria Putri Anggrani Saragi, S.H., selaku Koordinator Pertanahan, Tata Ruang Wilayah, dan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa laporan yang sudah dibuat sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/40/II/2023/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT tanggal 09 Februari 2023 yaitu dugaan Pemalsuan Surat atau membuat surat palsu di bawah sumpah Palsu sebagaimana Pasal 263, 264, 266 dan 242 KUHP.

“Laporannya sudah diterima dan sudah ada surat perintah penyidikan, dan berdasarkan informasi yang kami dapat SPDP sudah diterima juga oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, akan tetapi hingga saat ini laporan kami ini belum ada kejelasan apakah dugaan tindak pidana itu dilanjutkan atau tidak,” kata Maria.

Maria juga menjelaskan bukti-bukti sudah lengkap apalagi yang kurang, dan mempertanyakan kenapa prosesnya bisa sampai selama ini dalam proses penyidikan.

“Semua bukti-bukti terkait dugaan pemalsuan itu sudah terang, kami masih bertanya-tanya apa yang menjadi kendala penyidik kepolisian tidak berkenan untuk segera menetapkan tersangka dalam perkara ini, karena bagaimana pun proses hukum pidana adalah proses yang benar-benar harus diperhatikan sebagai proses yang menggali sebanyak-banyaknya fakta-fakta hukum, kami juga melakukan investigasi ke lapangan, jadi kita bisa double checking Bersama, kami juga selama ini kooperatif dalam setiap pemeriksaan,” jelas Maria.

Eka Kurnia Chrislianto, Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia juga menambahkan bahwa apabila memang dugaan pidana yang kami laporkan tidak memiliki dasar dan kurang bukti adanya dugaan pidana harusnya penyidik menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Karena apa yang dilaporkan sama sekali tidak cukup bukti.

“Jangan dibuat menggantung, kami sangat mengapresiasi apabila kinerja selama ini dilakukan dengan baik. Akan tetapi, yang kami sayangkan juga kejelasan terkait dengan proses penanganan pidana dalam kasus ini seperti dianggap tidak penting. Padahal yang namanya proses hukum, seperti adagium hukum fiat justitia ruat caelum berarti hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh, sekali pun terkadang seseorang itu sakit atau banyak alasan, atau rutinitas, hari libur, penyidik tetap proses, tidak ada alasan. Jadi, kami sudah cukup bersabar,” tutup Eka.

Penulis: Kharan Christopher Pardomuan, S.H. (Kepala Humas I) Rilis Media