Ilustrasi Pemilu 2024 |
Pontianak –
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia meminta Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Kabupaten Ketapang dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten
Ketapang untuk lebih cermat dalam memeriksa dan meneliti nama-nama Calon Legislatif
dari DPRD Kabupaten yang masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) dengan alasan
tidak memenuhi persyaratan administrasi bakal calon.
“Setelah
kami mendapatkan informasi mengenai Caleg dari PKB yang diloloskan oleh KPU meskipun
belakangan diketahui yang bersangkutan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), menurut
kami ini sangat disayangkan karena KPU maupun Bawaslu Ketapang tidak cermat dan
bisa dikatakan lalai,” terang Iga Pebrian Pratama, Koordinator Pemerintah Desa
dan Pemberdayaan Masyarakat LBH Kapuas Raya Indonesia di Kantor LBH Kapuas Raya Indonesia (Rabu, 29/11/2023).
Iga menjelaskan
bahwa akhir dari drama pencoretan Caleg PKB Dapil 5 Ketapang yang berinisial AUR
dari Daftar Calon Tetap (DCT) DPRD Kabupaten Ketapang apabila sejak awal Komisi
Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lah yang telah lalai
dalam meloloskan AUR ke dalam Daftar Calon Sementara (DCS).
“Berdasarkan informasi yang kami terima AUR itu merupakan Tahanan Kejaksaan Negeri Ketapang yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Ketapang sejak 25 Mei 2023 lalu, artinya apa? Saat itu masih dalam tahapan sebelum Penyusunan Daftar Calon Sementara (DCS) bahkan pada bulan itu masih dalam tahapan Verifikasi Dokumen Kelengkapan Bakal Calon,” terang Iga.
“KPU
melakukan kelalaian. Tapi penyelenggara pemilu yang lalai bukan hanya KPU, juga
ada Bawaslu,” tambah Iga.
Iga menjelaskan
mengapa keduanya dinilai lalai dalam meloloskan AUR ke dalam DCS. Sebab, KPU
dinilai seharusnya sudah mengetahui bahwa dalam Pasal 11 ayat (1) huruf g
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2023 menyebutkan
bahwa bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang yang pada
akhirnya AUR dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Sementara,
Bawaslu, yang memiliki tugas supervisi atau pengawasan terhadap KPU juga
dinilai tidak bekerja dengan baik. Bawaslu, kata Iga, saat itu seharusnya Bawaslu
menanyakan ke KPU kenapa tidak melakukan pengawasan terhadap Penyusunan dan
Penetapan DCS Bakal Calon anggota DPRD Kabupaten Ketapang dengan cermat seperti
meminta KPU untuk sebelumnya melakukan klarifikasi atau permintaan keterangan
terhadap AUR ketika berada dalam Lapas. Bawaslu justru ikut mengabaikan
syarat-syarat yang harus dipenuhi AUR untuk masuk ke dalam DCS hingga terjegal
dalam DCT. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada sengketa dari kisruh
pencoretan ini.
Eka Kurnia
Chrislianto, Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia, menyatakan hal yang sama bahwa apabila
sejak awal kedua lembaga negara tersebut menjalankan tugas dan fungsinya secara
benar, kisruh pencoretan AUR ini tidak akan terjadi.
“Perlu
diperhatikan bahwa perkara pencoretan ini KPU dan Bawaslu tidak belajar dari
Kasus OSO, yang pada akhirnya terjadi gugatan yang dilayangkan OSO ke Bawaslu dan
ke PTUN hingga Mahkamah Agung (MA), akhirnya yang semula dapat dicegah agar
tidak terjadi seperti disengaja untuk terjadi, menurut kami di sini Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat saja memeriksa baik Komisioner KPU
dan Bawaslu Ketapang,” terang Eka.
Menurut Eka,
kalau diputus soal pencoretan DCT tersebut mau nggak mau pasti nanti akan ada
sengketa di Bawaslu, selesainya pasti di sana. Itu sebabnya ini yang kita harapkan
bahwa dugaan pencoretan terhadap AUR di DCT dapat saja diduga sudah terencana
dan disengaja.
“Keputusan tidak mencoret AUR saat penetapan DCS ini telah direncanakan dan dilakukan pembiaran. Hal ini, untuk membuka peluang agar AUR tetap dapat masuk ke dalam DCT nantinya, ini pentingnya masyarakat untuk lebih peka dan melihat keseluruhan proses pemilu ini dengan cermat juga agar semua proses berjalan dengan baik sesuai dengan harapan kita semua.” tutup Eka.